MitraNews.co.id, Bekasi – Pemerintah Kecamatan Tambun Selatan, lakukan mediasi langsung bersama warga Desa Tambun dengan PT Prima Unggul Persada (PUP), terkait pembahasan Keberadaan Pabrik yang mendapatkan penolakan warga setempat.
Keberadaan PT PUP yang berada ditengah-tengah Pemukiman Warga, berlokasi di wilayah RT 005, 006 / RW 006, 007, Kp. Pekopen Desa Tambun, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, mendapatkan penolakan warga setempat.
Mediasi tersebut dilaksanakan di Aula Kecamatan Tambun Selatan, dipimpin langsung oleh Sekcam W.R. Suwanda, didampingi Bimaspol Desa Tambun Agus Rohman. S dan Babinsa Desa Tambun Kuncoro dengan menghadirkan Perwakilan Desa, perwakilan masyarakat Desa Tambun dan perwakilan dari PT PUP, Rabu (10/5/2023).
Sekcam W.R. Suwanda mewakili Camat Tambun Selatan mengatakan, sebagai pihak pemerintah kecamatan selaku fasilitator siap untuk membantu menyelesaikan permasalahan warga dengan pihak PT PUP.
Dalam hal ini pihaknya sudah mendengarkan apa maunya masyarakat, yaitu menginginkan yang hadir dalam pertemuan hari ini adalah owner perusahaan nya langsung yang bisa mengambil keputusan dan kebijakan. Jadi pertemuan hari ini belum menghasilkan keputusan apa-apa dan rencananya akan dijadwalkan kembali pekan depan,” ujar Suwanda kepada awak media usai mediasi antara warga dengan pihak PT PUP.
“Saya sampaikan kecamatan hanya mediasi dan mengawasi, untuk selanjutnya kita limpahkan ke Pemerintah Daerah Bekasi terkait perizinannya dan lainnya.
Saat ditanya sejauh mana fungsi pengawasan pihak kecamatan terhadap keberadaan PT PUP tentang legalitas perusahaan, Suwanda menanggapinya, karena saya masih baru di Kecamatan Tambun Selatan jadi belum begitu paham, jadi intinya kami selaku pemerintah kecamatan akan mengutamakan kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan warga masyarakat,” tutur Sekcam Suwanda.
Sementara itu, Sugeng mewakili PT PUP, saat dikonfirmasi oleh awak media tidak bisa memberikan statment atau tanggapan terkait hasil mediasi pertemuan antara warga dan PT PUP.
Pada Kesempatan yang sama mewakili warga, Rhagil menyampaikan adapun pertemuan hari ini adalah mediasi antara PT PUP dengan warga masyarakat dan camat sebagai fasilitator untuk memediasi nya, alhasil tidak menghasilkan apa-apa, karena yang hadir mewakili PT PUP tidak punya kapasitas, tidak bisa mengambil keputusan dan kebijakan, warga menginginkan ownernya langsung atau Direkturnya bisa memenuhi undangan pertemuan hari ini,” jelasnya.
“Perlu kami tegaskan. Menurut Undang-undang Nomor. 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang “UUTR-nya setelah diundangkan maka wajib diterapkan, dan Setiap orang wajib mentaati dan Patuh sehingga fungsi Ruang Tata Ruang Wilayah (RT-RW) dapat ditentukan peruntukannya sesuai Zona-zona nya, sehingga kedepan tidak menimbulkan personal ditengah masyarakat” kata Rhagil.
Seperti halnya yang diatur dalam
Pasal 61, berbunyi, Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib (a) menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; (b) memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; (c)mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan (d) memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 62 menyatakan, setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, dikenai sanksi administratif.
Sanksi administratif yang dimaksud diatur dalam Pasal 63 yakni peringatan tertulis; penghentian sementara kegiatan; penghentian sementara pelayanan umum; penutupan lokasi; pencabutan izin; pembatalan izin; pembongkaran bangunan; pemulihan fungsi ruang; dan/atau denda administratif. Ketentuan pidana dalam UU ini diatur dalam Pasal 69 dan Pasal 70.
Pasal 69 berbunyi:
(1) Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Saat disinggung mengenai keberatan warga terhadap keberadaan PT PUP, Rhagil menyampaikan, diantaranya;
1. Perusahaan harus bertanggung jawab atas kegiatan yang menimbulkan dampak gangguan dilingkungan, sehingga mengganggu ketidaknyamanan dan ketenteraman warga lingkungan. Mohon aparat terkait diminta mengevaluasi izin-izinnya, apa sudah.
2. Sesuai izin yang dimiliki dan tepat pada zonasinya sesuai Peraturan Perundang-undangan.
3. Seperti apa tanggung Jawab Sosial Lingkungan selama operasi dari tahun 2015.
4. Dulu berjanji melakukan normalisasi saluran/Drainase,juga tidak pernah ada.
5. Tidak pernah menguntungkan terhadap warga lingkungan dan diduga adanya pembodohan maupun pembohongan publik.
6. Maka kami mohon dihentikan segala kegiatan Perusahaan secara total, sebab makin kedepannya diduga lebih menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap gangguan di lingkungan.
7. Adapun tuntutan warga yang belum di sampaikan dalam surat keberatan, maka akan di sampaikan dalam forum.
Lanjut Rhagil menegaskan, surat keberatan ini, kami buat dan disampaikan untuk perhatian serta keseriusannya dapat menindak lanjuti dampak lingkungan (gangguan) ini. Sekian atas perhatian dan kerjasama nya kami haturkan banyak terima kasih,” pungkasnya.
Pewarta : (AFA)