MITRANEWS, – Jakarta. Polemik kewenangan kembali mencuat ke ruang publik, kali ini dipicu oleh kasus dugaan ijazah palsu yang sempat menyeret nama Presiden Joko Widodo. Isu tersebut memunculkan pertanyaan mendasar: apakah pemeriksaan ijazah menjadi tugas kepolisian, atau justru ranah Kemendikbud?
Secara hukum, verifikasi keaslian ijazah merupakan domain Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Lembaga ini memiliki sistem resmi yang mencatat dan mengesahkan data pendidikan seluruh lulusan di Indonesia.
Namun, dalam konteks hukum pidana, kepolisian dapat turun tangan jika terdapat dugaan tindak pidana pemalsuan atau penyalahgunaan dokumen, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP. Artinya, polisi berwenang menyelidiki aspek pidananya, tetapi verifikasi keaslian tetap harus dilakukan oleh lembaga pendidikan terkait.
Kasus ijazah Presiden Jokowi menjadi contoh aktual bagaimana isu keaslian dokumen akademik bisa berkembang menjadi perdebatan publik yang luas. Sejumlah pihak menilai pemeriksaan seharusnya dilakukan secara transparan oleh instansi pendidikan dan Kemendikbud, sementara aparat penegak hukum fokus pada aspek dugaan pidana jika memang ada laporan resmi.
Kalangan akademisi menilai, sinergi antara aparat hukum dan otoritas pendidikan menjadi hal penting agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan. Polisi perlu berhati-hati agar langkah hukum tidak dianggap sebagai bentuk tekanan politik, sedangkan Kemendikbud wajib menjelaskan data akademik secara terbuka untuk mencegah spekulasi.
Dalam negara hukum, setiap tuduhan pemalsuan dokumen harus dibuktikan berdasarkan fakta dan prosedur yang sah. Publik berhak mendapatkan kejelasan, namun pemerintah juga wajib menjaga martabat lembaga pendidikan dan hukum agar tidak dijadikan alat politik.
Isu ijazah, siapapun yang terlibat di dalamnya, semestinya dilihat dari sisi transparansi, integritas, dan prosedur hukum yang benar. Karena pada akhirnya, kepercayaan publik lah yang menjadi tolak ukur utama tegaknya akuntabilitas di ruang akademik dan hukum nasional. (Imam Setiadi)













